Penasaran Gak Sih, Gimana Cara Ngumpulin Pendapat Para Ahli Tanpa Ribet?
Pernah gak sih kamu mikir, “Aku pengen banget dapet data dari para pakar, tapi kayaknya susah banget deh ngajak mereka diskusi bareng?” Nah, kalau kamu lagi ngerjain penelitian dan butuh insight dari para ahli, ada satu pendekatan yang cocok banget buat kamu: Metode Delphi.
Metode Delphi adalah teknik yang sering digunakan dalam penelitian tesis, khususnya ketika kita pengen dapet kesepakatan atau konsensus dari sekelompok pakar. Teknik ini tuh unik, karena dilakukan secara bertahap dan anonim—jadi semua pendapat bisa keluar tanpa tekanan. Buat kamu yang penasaran tentang metode delphi dan contohnya, artikel ini bakal jadi panduan lengkap buat kamu.
Gaya kerja metode ini tuh nggak kayak diskusi panel biasa. Gak ada debat atau diskusi terbuka. Semua pakar ngisi kuesioner secara pribadi, lalu peneliti mengolah jawabannya, ngasih umpan balik, dan siklus ini berulang sampai ada titik temu atau kesepakatan. Nah, itulah kenapa teknik delphi adalah senjata rahasia buat kamu yang pengen risetmu makin kredibel.
Yuk, kita bongkar bareng-bareng apa sih itu metode Delphi, kenapa cocok buat skripsi dan tesis, langkah-langkahnya gimana, sampai tantangan dan tips suksesnya. Dijamin setelah baca ini, kamu bisa bilang ke dosen: “Tenang Bu, saya udah Delphi-in ini data!”
Daftar Isi
ToggleMetode Delphi Adalah Jalan Pintas Elegan Menuju Konsensus Ilmiah
Sebelum kita bahas panjang lebar, mari kita bahas dulu pengertian dasarnya. Metode Delphi adalah teknik pengumpulan data berbasis opini ahli yang dilakukan secara bertahap dan anonim. Teknik ini bertujuan untuk mendapatkan konsensus atau kesepakatan dari para pakar terhadap suatu isu atau permasalahan tertentu.
Kenapa disebut “Delphi”? Karena teknik ini awalnya dikembangkan oleh RAND Corporation di tahun 1950-an untuk kebutuhan militer dan prediksi teknologi masa depan. Seiring waktu, metode ini jadi populer di bidang pendidikan, kesehatan, manajemen, dan pastinya—penelitian akademis seperti tesis dan disertasi.
Dalam praktiknya, metode Delphi dilakukan dalam beberapa putaran kuesioner. Jadi kamu kirim survei ke para ahli, mereka isi, lalu kamu olah jawabannya, kasih ringkasan kembali, terus minta tanggapan mereka lagi. Begitu seterusnya sampai ada pola atau konsensus.
Yang bikin metode ini powerful adalah karena sifatnya anonim. Jadi gak ada dominasi dari ahli yang paling vokal atau paling senior. Semua jawaban dinilai sama penting. Ini bikin kualitas opini yang dikumpulin lebih jujur dan beragam.
Teknik delphi adalah salah satu bentuk pendekatan kuantitatif yang dibalut dengan unsur kualitatif. Meski sering dikaitkan dengan riset eksploratif, metode ini juga cocok banget buat nentuin prioritas, bikin skala, atau bahkan ngerumuskan indikator kebijakan. Multifungsi banget, kan?
Langkah-Langkah Metode Delphi: Simpel tapi Butuh Strategi Jitu

Nah sekarang kita masuk ke bagian praktikalnya: gimana sih cara menjalankan metode Delphi dalam tesis? Supaya gak bingung, yuk kita bahas step-by-step-nya.
1. Menentukan Topik dan Rumusan Masalah
Pertama-tama, kamu harus punya rumusan masalah yang jelas. Biasanya, topik yang cocok untuk metode ini adalah topik yang butuh pendapat ahli dan masih minim literatur. Misalnya: indikator keberhasilan program CSR, kurikulum ideal untuk pelatihan guru, atau strategi adaptasi UMKM pasca pandemi.
Kenapa ini penting? Karena metode Delphi bukan sekadar kumpulin data, tapi kumpulin penilaian. Jadi kamu harus bener-bener tahu kamu pengen dapet opini tentang apa, dan output-nya mau kamu bentuk jadi apa: indikator, strategi, rekomendasi, atau skala prioritas.
2. Menyusun Daftar Panel Ahli
Langkah berikutnya adalah milih panelis alias narasumber yang bakal kamu ajak ngisi kuesioner Delphi. Nah, ini penting banget: kamu harus cari orang yang bener-bener ahli di bidangnya, bukan asal dosen. Minimal mereka punya pengalaman profesional atau akademik yang sesuai.
Biasanya, jumlah panelis antara 7–15 orang. Lebih banyak boleh, tapi jangan sampai kebanyakan dan gak manageable. Dan pastikan mereka punya waktu dan komitmen untuk ikut beberapa putaran survei ya, karena metode ini gak sekali jalan selesai.
3. Desain Kuesioner Putaran Pertama
Kuesioner pertama biasanya bersifat eksploratif. Banyakin pertanyaan terbuka buat dapet insight dan pandangan bebas dari para ahli. Misalnya: “Menurut Anda, apa saja indikator utama keberhasilan program X?”
Pertanyaan-pertanyaan ini akan jadi dasar buat menyusun kuesioner putaran berikutnya. Di sinilah kamu bisa dapet banyak jawaban unik dan insight tak terduga.
4. Mengolah dan Menganalisis Jawaban Awal
Setelah semua jawaban masuk, saatnya kamu olah datanya. Ini tahap krusial, karena dari sinilah kamu bentuk indikator awal atau kategori opini. Bisa pakai metode coding kualitatif atau tematik.
Tujuan analisis ini bukan buat menyimpulkan, tapi buat merangkum dan menyusun ulang opini jadi lebih rapi. Misalnya: dari 10 ahli, 7 bilang indikator utama adalah “keterjangkauan biaya”. Nah, ini jadi salah satu opsi jawaban di kuesioner putaran berikutnya.
Iterasi dalam Metode Delphi: Proses Berulang yang Bikin Data Makin Tajam
Setelah kamu menyelesaikan putaran pertama dan merangkum semua tanggapan dari panelis, sekarang waktunya masuk ke tahap iterasi. Nah, iterasi ini bisa dilakukan dalam 2–4 putaran tergantung kebutuhan dan kondisi responden. Tujuannya? Bukan cuma ngumpulin opini, tapi mempertajam, menyaring, dan menyatukan pandangan sampai dapet konsensus.
1. Menyusun Kuesioner Putaran Kedua
Kuesioner kedua biasanya udah dalam bentuk pertanyaan tertutup, misalnya skala Likert (1–5 atau 1–7). Di sinilah kamu mulai meminta penilaian dari para panelis atas rangkuman jawaban sebelumnya. Misalnya: “Seberapa penting indikator ‘keterjangkauan biaya’ menurut Anda dalam program X?”
Selain itu, kamu juga bisa kasih umpan balik dari putaran sebelumnya. Misalnya, kamu kasih tahu, “70% panelis sebelumnya menilai indikator ini sangat penting.” Nah, ini bisa mempengaruhi (tapi gak memaksa) cara mereka menilai ulang jawabannya.
2. Menganalisis Ulang dan Mengolah Data
Setelah kuesioner kedua dijawab, kamu mulai analisis statistik. Ini bisa pakai rata-rata, median, modus, atau bahkan interquartile range kalau kamu mau lihat sejauh mana konsensus terbentuk. Kalau nilainya udah homogen, bisa jadi kamu cukup sampai sini.
Tapi kalau ternyata masih ada perbedaan tajam antar ahli, kamu bisa lanjut ke putaran ketiga. Di putaran ketiga ini biasanya disertai komentar atau justifikasi dari masing-masing panelis, supaya mereka bisa mempertimbangkan ulang pandangannya.
3. Mengelola Responden: Seni Merawat Komitmen
Ingat ya, semakin banyak putaran, semakin besar kemungkinan panelis kamu dropout alias ogah ngisi. Makanya kamu harus pintar-pintar jaga komunikasi, kasih jeda waktu yang cukup, dan pastikan mereka ngerti pentingnya peran mereka di penelitian ini.
Beberapa peneliti juga menyertakan honorarium kecil atau sekadar sertifikat partisipasi sebagai bentuk penghargaan. Ini bukan suap, tapi bentuk apresiasi profesional.
4. Menentukan Konsensus
Nah, kapan proses ini bisa dibilang selesai? Kalau kamu udah dapet tingkat konsistensi tinggi antar jawaban—misalnya mayoritas panelis sepakat di skala 4 atau 5 untuk item tertentu—itu tandanya udah ada konsensus.
Tapi konsensus gak harus berarti 100% sama semua. Asal udah muncul kecenderungan dominan dan variasinya gak ekstrem, kamu bisa tutup proses iterasi dan lanjut ke pelaporan.
Metode Delphi dan Contohnya: Dari Dunia Nyata ke Tesis Kamu
Biar kamu makin kebayang, yuk kita lihat gimana metode Delphi ini digunakan dalam berbagai kasus. Dan tenang aja, ini gak cuma buat riset rumit-rumit kok. Skripsi atau tesis S1 juga bisa banget pakai teknik ini.
Contoh 1: Menyusun Indikator Kesiapan Digital Guru Sekolah Dasar
Misalnya kamu mau bikin model indikator kesiapan digital untuk guru SD di era Kurikulum Merdeka. Kamu bisa pakai metode Delphi dengan mengundang 10 pakar pendidikan (dosen, kepala sekolah, trainer digital learning, dll).
Putaran pertama kamu tanya secara terbuka: “Menurut Anda, kompetensi apa saja yang wajib dimiliki guru untuk menerapkan digital learning di kelas?” Dari jawaban mereka, muncullah item seperti: kemampuan mengelola LMS, adaptasi konten digital, penguasaan Zoom atau Google Meet.
Di putaran kedua, kamu minta para ahli nilai pentingnya masing-masing item. Putaran ketiga, kamu kasih umpan balik: “Mayoritas ahli menilai item ini sangat penting. Apakah Anda ingin mengubah jawaban Anda?” Setelah itu, kamu simpulkan indikator akhir dan laporkan dalam bab hasil.
Contoh 2: Rekomendasi Strategi UMKM Pasca Pandemi
Misalnya kamu riset tentang bagaimana UMKM bisa bangkit pasca COVID-19. Kamu undang pakar ekonomi, pelaku UMKM, dan konsultan bisnis. Mereka ngasih saran strategi, mulai dari digitalisasi, kolaborasi, sampai restrukturisasi biaya.
Dengan Delphi, kamu bisa pilah mana strategi yang paling dianggap feasible, efektif, dan prioritas. Ini sangat berguna buat membuat framework kebijakan berbasis konsensus pakar.
Contoh 3: Penelitian Bidang Kesehatan
Dalam tesis di bidang kesehatan masyarakat, metode Delphi sering dipakai untuk menentukan standar pelayanan, indikator kualitas rumah sakit, sampai penilaian kesiapan tenaga medis dalam situasi darurat.
Dengan banyaknya praktik nyata ini, bisa dibilang metode Delphi bukan cuma cocok buat kamu yang ambil ilmu sosial, tapi juga ilmu kesehatan, ekonomi, hukum, bahkan teknik.
Strategi Analisis Data dalam Metode Delphi: Jangan Asal Rata-Ratain
Kamu udah sampai tahap dapet data dari beberapa putaran. Sekarang saatnya masuk ke salah satu bagian yang gak kalah penting: analisis data Delphi. Banyak mahasiswa keliru di sini—ngira Delphi itu cuma ngumpulin pendapat, padahal kekuatannya justru ada di cara kita mengolah dan menyampaikan hasilnya.
1. Gunakan Statistik Deskriptif yang Tepat
Delphi adalah gabungan kualitatif dan kuantitatif. Di awal, kamu mungkin kumpulin data kualitatif (pertanyaan terbuka). Tapi di putaran selanjutnya, kamu akan banyak main di angka—pakai skala penilaian. Nah, di sinilah kamu bisa pakai statistik deskriptif.
Gunakan median, modus, atau nilai rata-rata (mean) untuk melihat kecenderungan jawaban. Misalnya, kalau 8 dari 10 panelis kasih nilai 5 (sangat penting) untuk satu indikator, itu artinya udah muncul konsensus. Kamu juga bisa lihat standar deviasi buat ngukur seberapa besar perbedaan pendapat antar ahli.
2. Tampilkan Hasil dengan Visual Menarik
Supaya pembaca tesis kamu gak pusing liat angka doang, tampilkan hasilnya dalam bentuk tabel dan grafik. Misalnya: tabel ringkasan indikator dan skor konsensus per putaran, grafik batang buat bandingkan perubahan skor dari putaran 1 ke 2, atau diagram radar buat nunjukin kategori paling disepakati.
Visualisasi ini gak cuma memudahkan pembaca, tapi juga bikin data kamu keliatan lebih profesional. Dan tentunya, ini juga memudahkan kamu menjawab saat sesi sidang nanti.
3. Sertakan Justifikasi Naratif
Setelah semua data numerik dianalisis, jangan lupa kasih narasi yang menjelaskan kenapa kamu menganggap satu item itu valid. Gunakan kutipan langsung dari responden (anonymized) kalau perlu. Misalnya: “Salah satu panelis menyatakan bahwa keterampilan mengelola LMS sangat penting karena jadi platform utama pengajaran daring.”
Gabungan data angka dan narasi ini bikin laporan kamu lebih hidup dan menggambarkan reasoning dari para ahli. Ini salah satu alasan kenapa metode Delphi tesis sangat dihargai di kalangan dosen dan penguji.
Tantangan Lapangan Saat Pakai Metode Delphi: Siap-Siap Mental dan Strategi
Metode Delphi itu emang kelihatan elegan dan sistematis. Tapi di lapangan, pasti ada tantangan yang bikin kamu harus siap-siap. Gak usah khawatir, semua bisa dihadapi asal kamu tahu triknya.
1. Responden Sulit Dihubungi
Panelis kamu sibuk? Gak sempat ngisi kuesioner? Wajar banget. Mereka orang penting, dosen, praktisi, bahkan kadang pejabat. Nah, di sini kamu harus jadi komunikator yang baik. Kirim pengingat sopan, kasih tenggat waktu yang realistis, dan sediakan pilihan format pengisian yang fleksibel (Google Form, PDF, atau via email biasa).
Kalau perlu, kasih mereka ringkasan maksud penelitian dan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Panelis akan lebih bersedia kalau mereka tahu kontribusi mereka berarti dan waktunya dihargai.
2. Dropout di Tengah Jalan
Ini masalah klasik Delphi. Udah jalan putaran 1, eh tiba-tiba 3 orang gak bisa lanjut ke putaran 2. Solusinya: di awal kamu rekrut lebih banyak orang dari target minimum. Jadi kalau ada yang mundur, kamu masih punya cukup responden buat lanjut.
Selain itu, di awal jelaskan bahwa metode ini akan berjalan dalam beberapa putaran. Transparansi itu penting agar panelis bisa komit dari awal.
3. Menyusun Kuesioner Butuh Ketelitian Ekstra
Kuesioner Delphi harus jelas, ringkas, tapi tetap membuka ruang untuk berpikir kritis. Kalau kamu asal comot pertanyaan, panelis bisa bingung atau malah salah paham. Di sinilah pentingnya melakukan uji coba kecil (pilot test) ke 1–2 orang untuk memastikan pertanyaanmu bisa dipahami.
Banyak mahasiswa yang keburu kirim kuesioner tanpa review dulu, dan akhirnya harus ngulang karena data gak bisa diolah. Jadi, cek dan ricek sebelum dikirim!
4. Data Berantakan dan Tidak Konsisten
Khususnya di putaran pertama, kamu bisa dapet jawaban yang beda banget antara satu panelis dan yang lain. Jangan panik. Tugas kamu bukan menyamakan, tapi merangkum dan menyusun. Kamu harus bisa menemukan benang merah dari jawaban yang mungkin kelihatan berantakan.
Pakai teknik coding kualitatif sederhana: beri label, kelompokkan, lalu tentukan tema utama. Ini akan jadi pondasi kuesioner putaran berikutnya.
Metode Delphi Bukan Cuma Buat Ahli Tapi Juga Buat Kamu yang Mau Jadi Peneliti Andal
Sekarang kamu udah tahu kan, bahwa metode Delphi adalah pendekatan yang powerful dan fleksibel banget buat riset akademik? Dari pengumpulan opini ahli, proses iteratif, hingga analisis data berbasis konsensus—semuanya terstruktur dan terpercaya. Gak heran, teknik ini sering dijadikan metode utama dalam tesis, disertasi, maupun penelitian lembaga profesional.
Keunggulan teknik Delphi adalah pada kombinasi antara anonimitas, fleksibilitas, dan kedalaman hasil yang diperoleh. Anonimitas bikin para ahli merasa bebas berpendapat, tanpa takut dihakimi. Proses berulang memungkinkan penyempurnaan opini, dan pada akhirnya konsensus yang dihasilkan punya nilai validitas tinggi. Cocok banget buat topik-topik yang masih minim referensi atau butuh masukan berbasis praktik lapangan.
Kalau kamu masih mikir metode ini ribet—stop right there! Dengan mengikuti langkah-langkah tadi, kamu bisa mengelola prosesnya dengan baik. Pilih panelis yang tepat, jaga komunikasi profesional, dan jangan lupa dokumentasikan semua proses dari awal sampai akhir. Metode ini bukan cuma meningkatkan kualitas hasil penelitian, tapi juga bikin skripsi atau tesis kamu naik kelas.
Dan buat kamu yang lagi bingung nyari metode riset yang gak mainstream tapi tetap solid, metode Delphi adalah pilihan terbaik. Bahkan, kamu bisa pakai ini buat bikin framework, indikator, atau model kebijakan berbasis data dari para praktisi langsung.
Jadi, buat kamu mahasiswa yang pengen bikin karya ilmiah yang gak cuma selesai tapi juga berdampak, yuk pertimbangkan metode Delphi tesis sebagai pendekatan riset kamu. Dijamin dosen pembimbing dan penguji bakal ngelirik hasil kerja kerasmu dengan penuh respect. Karena ya, riset yang berbasis konsensus para ahli itu bukan riset kaleng-kaleng, bestie!