1. Home
  2. »
  3. Penelitian
  4. »
  5. 8 Rahasia Menyusun Kebaruan Penelitian yang Baik dan Benar

8 Rahasia Menyusun Kebaruan Penelitian yang Baik dan Benar

kebaruan penelitian

Dalam dunia akademik, kebaruan jadi salah satu faktor utama buat menentukan seberapa besar kontribusi penelitianmu ke ilmu pengetahuan. Nah, kebaruan ini bisa berupa ide baru, pendekatan baru, atau cara pandang yang fresh. Tapi nggak semua orang ngerti bedanya kebaruan penelitian sama gap penelitian. Kamu harus tau gimana caranya mengidentifikasi gap dan ngembangin kebaruan dari situ. Nggak cuma itu, kita juga akan kupas tuntas strategi, validasi, sampai implementasi kebaruan dalam penelitianmu. Siap? Let’s go!

1. Definisi Kebaruan Penelitian

Sebelum jauh-jauh, kita bahas dulu apa itu kebaruan penelitian. Kebaruan penelitian adalah elemen baru dalam riset yang belum pernah dibahas sebelumnya. Bisa jadi idenya, metodenya, atau cara aplikasinya. Intinya, sesuatu yang unik dan beda.

  1. Contoh Kebaruan Penelitian . Misalnya, kamu bikin penelitian soal efek gamifikasi dalam pembelajaran online, tapi kamu gabungin sama pendekatan mindfulness. Kalau belum ada penelitian sebelumnya yang ngambil topik ini, itu udah jadi kebaruan penelitian.
  2. Kenapa Kebaruan penelitian Itu Krusial? Karena kebaruan penelitian bikin penelitianmu relevan dan menarik perhatian. Bayangin, siapa sih yang mau baca atau ngutip penelitian yang cuma copy-paste ide lama? Dengan kebaruan penelitka , penelitianmu jadi punya nilai lebih di mata pembimbing, reviewer, bahkan pembaca lainnya.
  3. Perbedaan Kebaruan Penelitian dan Gap Penelitian Gap itu kayak ruang kosong di antara penelitian yang udah ada. Nah, kebaruan penelitian adalah jawaban atau solusi buat ngisi ruang kosong itu. Contohnya, kalau gap penelitian sebelumnya adalah kurangnya riset tentang pembelajaran online di wilayah terpencil, novelty-nya bisa berupa metode pembelajaran yang sesuai dengan keterbatasan akses internet.

2. Cara Mengidentifikasi Gap dan Kebaruan Penelitian

Bestie, pernah nggak sih kamu ngerasa stuck waktu mau mulai penelitian? Kayak, “Aduh, ini tuh udah banyak banget yang bahas, apa lagi yang bisa aku tambahin?” Nah, kalau kamu pernah ngalamin itu, jangan panik dulu! Yang kamu butuhin sekarang adalah identifikasi gap penelitian. Gap ini tuh ibarat celah kecil yang belum terisi sama riset-riset sebelumnya. Dari sini, kamu bisa bikin kebaruan yang bikin penelitianmu beda dan impactful. Yuk, kita bahas cara gampangnya biar kamu nggak bingung lagi!

  1. Rajin Baca Literatur, Jangan Cuma Abstraknya Doang

Oke, aku tahu baca literatur itu kadang bikin ngantuk. Tapi ini tuh penting banget, lho! Kamu harus baca lebih dari sekadar abstrak. Kenapa? Karena bagian inti kayak metodologi, hasil, sama diskusinya itu tempat “harta karun” sebenarnya. Biasanya di situ kamu bisa nemuin batasan-batasan penelitian sebelumnya. Nah, dari situ kamu bisa banget cari celah buat ngembangin ide baru.

Misalnya nih, kamu lagi baca jurnal tentang efektivitas belajar daring. Di situ ditulis kalau sampelnya cuma dari kota besar. Nah, kamu bisa mikir, “Eh, gimana ya kalau metode ini dicoba ke daerah terpencil?” Tuh, dari satu celah aja, udah bisa jadi ide kebaruan. Makanya, rajin baca ya, bestie!

  1. Lihat Tren Terkini, Biar Nggak Ketinggalan Zaman

Kalau kamu pengen riset yang fresh dan relate, coba deh pantau tren terbaru di bidangmu. Misalnya sekarang tuh lagi rame soal AI, Big Data, atau teknologi VR/AR. Kamu bisa mikir, “Udah ada belum ya yang pake teknologi ini di bidangku?” Kalau belum ada, gas aja! Atau kalau udah ada, kamu bisa cari cara yang beda buat pake teknologi itu.

Contoh gampangnya gini, sekarang kan tren banget soal hybrid learning. Tapi coba pikir, apa ada yang udah eksplor hybrid learning di desa terpencil yang sinyalnya suka ghosting? Nah, itu bisa banget jadi topik yang menarik. Jadi, jangan takut buat eksplor tren baru yang bisa bikin penelitianmu beda dari yang lain.

  1. Stalking Rekomendasi Penelitian Lanjutan

Bestie, tau nggak sih, biasanya di akhir jurnal penelitian tuh ada rekomendasi penelitian lanjutan. Ini tuh semacam kode keras dari peneliti sebelumnya yang bilang, “Eh, ini belum selesai, lho. Yuk, lanjutin!” Jadi jangan di-skip ya. Di situ kamu bisa dapet banyak ide tentang apa yang masih kurang atau apa yang belum diteliti.

Misalnya, ada jurnal yang ngebahas teknologi pendidikan buat anak SD. Di rekomendasinya tertulis, “Perlu penelitian lebih lanjut buat anak SMP atau SMA.” Nah, itu udah kayak undangan terbuka buat kamu lanjutin riset di level berikutnya. Simple kan?

  1. Perhatikan Masalah Praktis di Sekitar Kamu

Kadang kebaruan itu nggak perlu jauh-jauh dicari. Masalah yang ada di sekitar kamu bisa banget jadi bahan penelitian. Misalnya waktu pandemi, banyak banget mahasiswa yang struggling sama kuliah online. Kamu bisa mikir, “Apa ya yang bisa bikin belajar daring lebih gampang dan seru?” Dari situ kamu bisa bikin model pembelajaran baru yang lebih interaktif atau sesuai kebutuhan.

Nggak cuma itu, kamu juga bisa liat masalah di komunitas atau lingkungan sekitar. Kayak misalnya, gimana cara orang-orang di daerahmu adaptasi sama teknologi? Nah, dari situ kamu udah bisa banget dapet ide buat penelitian yang beda dari yang lain.

  1. Diskusi Sama Orang yang Lebih Paham

Kalau kamu udah coba mikir tapi masih mentok, jangan malu buat ngobrol sama orang yang lebih paham, kayak dosen atau temanmu yang udah lebih berpengalaman. Kadang dari obrolan santai aja, kamu bisa dapet insight yang nggak kepikiran sebelumnya.

Misalnya, kamu lagi curhat ke dosen soal ide penelitianmu yang keliatan biasa aja. Eh, dosennya bilang, “Kenapa nggak coba eksplor aspek sosialnya juga?” Nah, dari situ kamu bisa dapet sudut pandang baru buat risetmu. Jadi, jangan malu buat nanya-nanya, ya. Siapa tau ide kebaruanmu muncul dari diskusi ini.

3. Strategi Mempublikasikan Penelitian

Bestie, setelah penelitian kamu selesai, jangan biarin riset kerenmu cuma diam di folder laptop, dong! Publikasi itu penting banget, karena di situlah hasil kerja keras kamu bisa diapresiasi dan jadi referensi orang lain. Yuk, langsung kita bahas!

  1. Pilih Jurnal yang Tepat

Publikasi itu ibaratnya kayak ngasih karya seni ke galeri. Kamu harus tahu dulu jurnal mana yang cocok buat penelitianmu. Jangan asal kirim ya, karena beda jurnal beda fokusnya. Kalau sampai salah target, riset kamu bisa langsung ditolak tanpa diproses lebih lanjut.

Tips memilih jurnal:

  • Cek scope jurnal. Pastikan topik penelitianmu sesuai dengan bidang yang jadi fokus jurnal. Misalnya, kalau risetmu tentang teknologi pendidikan, cari jurnal yang fokusnya di teknologi atau pendidikan, jangan yang terlalu general.
  • Perhatikan impact factor. Ini penting kalau kamu mau risetmu dilirik sama akademisi lain. Jurnal dengan impact factor tinggi biasanya lebih prestisius, tapi juga lebih ketat seleksinya.
  • Cari yang open access. Kalau target kamu adalah pembaca dari berbagai kalangan, pilih jurnal yang open access. Ini bikin risetmu lebih mudah diakses orang lain tanpa perlu langganan.

Contoh sederhana: Misalnya penelitianmu tentang kebaruan dalam metode pembelajaran, kamu bisa kirim ke jurnal seperti Education and Information Technologies atau Interactive Learning Environments.

  1. Tulis Ulang Sesuai Format

Kalau udah nemu jurnal yang cocok, langkah berikutnya adalah menulis ulang risetmu sesuai format jurnal tersebut. Percaya deh, ini penting banget! Format yang salah bisa bikin risetmu ditolak, bahkan sebelum dibaca isinya. Apa aja yang harus diperhatikan?

  • Struktur artikel. Biasanya, jurnal punya panduan jelas tentang struktur, kayak abstrak, pendahuluan, metode, hasil, diskusi, dan kesimpulan. Pastikan semua elemen ini lengkap.
  • Gaya penulisan. Ada jurnal yang pakai gaya formal banget, ada juga yang lebih santai (tapi tetap akademis). Sesuaikan gaya penulisanmu dengan jurnal yang kamu tuju.
  • Referensi. Ini sering banget jadi masalah! Pastikan kamu mengikuti format referensi yang diminta, entah itu APA, MLA, atau yang lainnya.
  1. Perhatikan Kualitas Abstrak

Bestie, tau nggak sih? Abstrak itu bagian pertama yang dibaca editor dan reviewer. Kalau abstrakmu nggak menarik, bisa-bisa risetmu langsung di-skip. Jadi, pastikan abstrakmu padat, jelas, dan menarik. Nah ini nih cara bikin abstrak yang oke:

  • Singkat tapi berbobot. Abstrak biasanya dibatasi sekitar 200–300 kata. Dalam kata-kata itu, kamu harus berhasil menjelaskan latar belakang, tujuan, metode, hasil, dan kebaruan penelitianmu.
  • Fokus pada kebaruan. Highlight apa yang bikin risetmu beda dari yang lain. Ini penting supaya pembaca langsung tertarik.
  • Hindari jargon berlebihan. Abstrak harus bisa dipahami pembaca dari berbagai latar belakang, jadi pakai bahasa yang sederhana tapi tetap akademis.

Misalnya: Penelitian ini mengembangkan model pembelajaran hybrid berbasis gamifikasi untuk meningkatkan keterlibatan siswa di daerah terpencil. Studi ini menunjukkan bahwa model tersebut meningkatkan hasil belajar hingga 25% dibandingkan metode konvensional.

  1. Gunakan Bahasa Inggris yang Oke

Kalau kamu mau publikasi di jurnal internasional, pastikan bahasa Inggris yang kamu gunakan jelas dan profesional. Nggak harus sempurna kayak native speaker, kok. Yang penting nggak ada salah grammar besar dan ide yang kamu sampaikan mudah dipahami. Tips buat nulis dalam bahasa Inggris:

  • Gunakan tools bantu. Grammarly atau Hemingway bisa banget membantu kamu ngecek grammar dan gaya penulisan.
  • Minta proofreading. Kalau bisa, mintalah bantuan teman yang lebih paham bahasa Inggris atau jasa proofreading profesional. Ini investasi yang bakal bikin risetmu terlihat lebih kredibel.
  • Hindari kalimat berbelit-belit. Keep it simple and clear. Jangan takut pakai kalimat pendek kalau itu bikin idemu lebih mudah dipahami.
  1. Persiapkan Mental untuk Revisi 

Setelah kamu kirimkan artikelnya, jangan kaget kalau ada revisi dari reviewer. Ini hal yang wajar banget, bestie! Bahkan penelitian terbaik pun biasanya dapat revisi. Jadi, jangan langsung down kalau artikelmu nggak langsung diterima. Cara menghadapi revisi:

  • Baca komentar dengan kepala dingin. Kadang komentar reviewer terdengar pedas, tapi itu bukan serangan pribadi. Mereka cuma mau hasil penelitianmu lebih baik.
  • Ikuti panduan revisi. Pastikan kamu menjawab semua komentar reviewer satu per satu. Kalau ada yang kamu nggak setuju, jelaskan alasannya dengan sopan.
  • Jangan takut bertanya. Kalau ada komentar yang kurang jelas, jangan ragu tanya ke editor. Mereka biasanya terbuka buat diskusi.
  1. Promosikan Risetmu

Setelah artikelmu diterbitkan, jangan berhenti di situ aja! Kamu juga harus promosiin risetmu biar banyak yang baca. Caranya?

  • Bagikan di media sosial. Kalau kamu aktif di platform kayak LinkedIn atau Twitter, share link risetmu di sana. Jelaskan singkat kenapa risetmu penting dan menarik.
  • Kolaborasi dengan komunitas akademik. Ikutlah konferensi atau seminar untuk mempresentasikan penelitianmu. Dari situ, risetmu bisa dikenal lebih luas.
  • Gunakan platform akademik. Upload risetmu ke ResearchGate atau Academia.edu supaya lebih banyak orang bisa akses.

4. Implementasi Kebaruan Penelitian: Cara Menonjolkan Novelty di Proposal

Kebaruan penelitian yang keren nggak cukup cuma di kepala atau catatan. Kamu harus tahu gimana cara menonjolkan kebaruan itu di proposal penelitian, biar dosen pembimbing atau reviewer langsung tertarik. Nah, di bagian ini, aku bakal spill semua tips biar novelty penelitianmu jadi bintang utama!

  1. Tonjolkan di Latar Belakang Penelitian. Bagian ini adalah first impression buat pembaca. Pastikan kamu menyebutkan dengan jelas gap penelitian yang kamu temukan, lalu langsung sambungkan dengan kebaruanmu sebagai solusi. Misalnya:
    “Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembelajaran online cenderung kurang efektif karena minimnya interaksi siswa. Oleh karena itu, penelitian ini menawarkan metode pembelajaran berbasis gamifikasi dengan pendekatan adaptif sebagai solusi baru.”
    Singkat, padat, dan jelas, kan?
  2. Rumusan Masalah yang Menggigit. Rumusan masalah harus mencerminkan kebaruan. Hindari formulasi yang terlalu umum. Contoh:
    “Bagaimana penerapan metode gamifikasi berbasis adaptif dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran online?”
    Pertanyaan ini langsung menunjukkan elemen kebaruan, jadi pembaca tahu kamu serius menawarkan sesuatu yang baru.
  3. Jelaskan Kontribusi Penelitian. Di bagian tujuan penelitian atau kontribusi ilmiah, sebutkan apa yang membuat kebaruanmu penting. Misalnya:
  • Akademik. Menambah referensi metode pembelajaran baru.
  • Praktis. Meningkatkan kualitas pendidikan online, terutama di wilayah terpencil.
  • Teknologi. Menyediakan model yang bisa diintegrasikan ke platform edukasi digital.
  1. Detailkan di Metodologi. Metodologi adalah tempat kamu benar-benar menunjukkan bagaimana kebaruan itu akan diuji. Misalnya:
  • Jelaskan tahapan pengembangan metode gamifikasi.
  • Sebutkan instrumen yang akan digunakan untuk mengukur keberhasilannya.
  • Jangan lupa cantumkan indikator keberhasilan, misalnya peningkatan skor keterlibatan siswa.
  1. Tegaskan di Penutup Proposal. Akhiri dengan kalimat yang menegaskan bahwa penelitianmu adalah jawaban atas gap yang ada. Contoh:
    “Penelitian ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru dan solusi inovatif terhadap masalah keterlibatan siswa dalam pembelajaran online.”

5. Strategi Mempertahankan Kebaruan dalam Sidang Penelitian

Setelah proposal diterima, tantangan selanjutnya adalah mempertahankan kebaruan itu di sidang penelitian. Gimana caranya biar kamu nggak keok di depan penguji?

  1. Pahami Kebaruanmu Luar Dalam. Kamu harus hafal semua detail tentang kebaruan yang kamu ajukan. Jangan cuma ngerti di permukaan, tapi juga paham sampai ke akar-akarnya. Kalau ada penguji yang bertanya, kamu bisa jawab dengan percaya diri.
  2. Persiapkan Data Pendukung. Data itu senjata utama. Kalau kamu bilang metode gamifikasi bisa meningkatkan keterlibatan siswa, pastikan kamu punya data pendukung, entah dari studi awal, literatur, atau eksperimen kecil yang sudah kamu lakukan.
  3.  Bandingkan dengan Penelitian Lain. Sebelum sidang, cari penelitian yang mirip dan pelajari kelebihannya. Tapi jangan lupa, fokus juga ke perbedaannya, supaya kamu bisa menunjukkan apa yang membuat penelitianmu unik.
  4. Siapkan Bukti Empiris. Kalau bisa, hadirkan hasil awal dari kebaruanmu. Misalnya, tunjukkan bahwa metode gamifikasi adaptif yang kamu uji sudah berhasil meningkatkan engagement siswa sebesar 30%. Penguji suka banget sama data empiris seperti ini.
  5. Gunakan Bahasa yang Mudah Dimengerti. Kadang, penguji juga nggak mau terlalu rumit. Jelaskan kebaruanmu dengan bahasa yang sederhana tapi tetap ilmiah. Gunakan analogi kalau perlu, biar mereka langsung nangkep idenya.

6. Evaluasi Kebaruan Penelitian

Setelah sidang selesai, kamu mungkin masih bertanya, “Apakah kebaruan penelitianku cukup kuat?” Nah, berikut ini cara mengevaluasinya.

  1. Tingkat Orisinalitas. Apakah ide atau metode yang kamu tawarkan benar-benar baru? Jika belum 100% baru, pastikan ada elemen yang membuatnya berbeda dari penelitian sebelumnya.
  2. Signifikansi Kontribusi. Seberapa besar dampak penelitianmu terhadap ilmu pengetahuan atau masyarakat? Kalau kontribusinya cuma kecil, mungkin kamu perlu memperluas cakupannya.
  3.  Relevansi dengan Masalah Nyata. Apakah kebaruanmu menjawab masalah yang benar-benar relevan? Jangan sampai kamu mengembangkan sesuatu yang sebenarnya nggak terlalu dibutuhkan.
  4. Kelayakan Implementasi. Novelty yang keren adalah yang bisa diterapkan. Kalau terlalu teoritis, mungkin akan sulit diterima oleh pembaca atau pengguna akhir.
  5. Feedback dari Reviewer. Jangan lupa, feedback dari pembimbing atau penguji bisa jadi indikator penting untuk mengevaluasi kekuatan novelty-mu. Dengarkan baik-baik masukan mereka dan gunakan untuk memperbaiki penelitianmu.

7. Aplikasi Praktis Novelty dalam Penelitian

Penelitian tanpa aplikasi praktis itu ibarat smartphone tanpa internet: fungsinya nggak maksimal. Jadi, gimana caranya kebaruan penelitianmu bisa bermanfaat di dunia nyata?

  1. Solusi untuk Masalah Nyata. Pastikan kebaruanmu punya potensi buat memecahkan masalah. Misalnya, metode gamifikasi adaptif yang kamu kembangkan bisa membantu siswa di daerah terpencil untuk belajar dengan lebih efektif.
  2. Peningkatan Efisiensi. Kalau kebaruanmu bisa bikin sesuatu jadi lebih efisien, itu nilai plus. Misalnya, metode baru yang kamu tawarkan membutuhkan lebih sedikit waktu atau biaya dibandingkan metode sebelumnya.
  3. Inovasi dalam Metode atau Pendekatan. Bawa sesuatu yang fresh ke meja. Misalnya, menggabungkan pendekatan psikologi dan teknologi untuk meningkatkan pembelajaran daring.
  4. Manfaat Sosial atau Ekonomi. Kalau kebaruanmu bisa membantu masyarakat atau punya dampak ekonomi, pasti lebih dihargai. Misalnya, risetmu membantu sekolah-sekolah di daerah terpencil untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan biaya rendah.

8. Pengembangan Kebaruan untuk Penelitian Lanjutan

Kamu tahu nggak sih, kebaruan yang kamu ciptakan sekarang bisa jadi langkah awal untuk riset-riset yang lebih canggih di masa depan? Yup, penelitian itu nggak cuma soal selesai di satu titik, tapi juga membuka jalan untuk eksplorasi lanjutan. Yuk, bahas lebih detail tentang bagaimana novelty penelitianmu bisa jadi fondasi untuk penelitian berikutnya.

  1. Mengembangkan Aspek Teoretis. Kalau penelitianmu menyentuh teori baru, kamu bisa menggali lebih dalam untuk mengembangkan kerangka teoretis yang lebih kuat. Misalnya, jika metode gamifikasi adaptif sudah terbukti meningkatkan engagement siswa, langkah selanjutnya bisa menjawab pertanyaan seperti:
  • Bagaimana dampak jangka panjang metode ini terhadap hasil belajar?
  • Apakah metode ini relevan untuk semua jenjang pendidikan atau hanya tingkat tertentu?
  1. Mencoba Aplikasi di Konteks yang Berbeda. Kebaruan penelitian sering kali diuji dalam satu setting tertentu. Tapi, gimana kalau metode atau ide yang kamu kembangkan diterapkan di konteks lain? Misalnya:
  • Metode gamifikasi adaptif yang tadinya untuk pembelajaran online diterapkan di kelas konvensional.
  • Menyesuaikan pendekatan untuk siswa dengan kebutuhan khusus.
  1. Mendorong Kolaborasi Interdisipliner. Penelitianmu bisa jadi inspirasi buat bidang lain. Misalnya, kalau kamu meneliti tentang gamifikasi dalam pendidikan, kolaborasi dengan bidang psikologi bisa menghasilkan metode baru yang memperhatikan aspek mental health siswa. Atau mungkin ada ahli teknologi yang tertarik bikin aplikasi berbasis temuanmu.
  2. Mengembangkan Teknologi Baru. Kebaruan yang berbasis teknologi hampir selalu punya potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Dari hasil penelitian awal, kamu bisa bikin prototipe, mengujinya dengan lebih banyak pengguna, atau bahkan mengembangkannya jadi produk siap pakai.
  3. Membuka Peluang untuk Publikasi Lanjutan. Setiap elemen kebaruan dalam penelitianmu bisa jadi bahan untuk artikel jurnal berikutnya. Misalnya:
  • Penelitian pertama fokus pada pengembangan metode.
  • Penelitian lanjutan membahas implementasi di berbagai kondisi.
  • Artikel lainnya mengevaluasi efektivitas metode dibandingkan dengan pendekatan tradisional.

Penutup

Jadi, apa kesimpulan dari semua pembahasan ini? Kebaruan penelitian atau novelty adalah kunci utama untuk membuat risetmu nggak cuma menarik, tapi juga relevan dan bermanfaat. Dengan memahami definisi kebaruan penelitian, membedakan gap dan novelty, serta tahu cara mengembangkan dan mempertahankannya, kamu sudah setengah jalan untuk jadi peneliti sukses. Jadi, jangan ragu buat eksplorasi dan terus belajar. Siapa tahu penelitianmu yang sekarang bakal jadi pijakan buat sesuatu yang besar di masa depan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Optimized by Optimole
Scroll to Top