Lagi galau mau pakai metode apa buat skripsi? Antara Kuantitatif dan Kualitatif dalam Skripsi, kamu masih maju-mundur karena dua-duanya punya kelebihan, tapi juga sama-sama menantang? Tenang, kamu bukan satu-satunya yang bingung. Hampir semua mahasiswa pernah ada di titik ini, termasuk aku waktu masih jadi mahasiswa tingkat akhir.
Memilih pendekatan penelitian bukan soal mana yang lebih gampang atau mana yang lebih cepat selesai. Tapi lebih ke: mana yang paling cocok buat tujuan riset kamu, dan yang bisa kamu kerjakan dengan sumber daya yang kamu punya. Nah, di artikel ini, kita bakal ngobrolin seru-seruannya dunia skripsi dari dua sisi: kualitatif vs kuantitatif. Kita bahas bareng, lengkap, dari cara kerjanya sampai cara milihnya.
Siapin kopi atau cemilanmu, kita mulai bedah perbedaan kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi dulu, biar kamu nggak cuma ikut-ikutan temen milih metode.

Daftar Isi
Toggle1. Kuantitatif dan Kualitatif dalam Skripsi Bedanya Apa Sih?
Nah, ini yang paling dasar tapi penting banget kamu pahami, yaitu memahami metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi. Banyak mahasiswa yang salah kaprah dan akhirnya salah pilih metode karena cuma denger kata “kualitatif itu wawancara, kuantitatif itu angka.” Emang bener, tapi itu cuma permukaan doang. Yuk kita ulik lebih dalam.
a. Skripsi Kuantitatif: Dunia Angka dan Statistik
Mengenal metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi itu penting. Kalau kamu anaknya suka data yang pasti, tabel, dan grafik, kemungkinan besar kamu akan nyaman dengan skripsi kuantitatif. Penelitian ini fokusnya ke angka dan pengujian teori secara objektif. Biasanya, kamu bakal pakai survei atau kuesioner, terus data yang kamu kumpulkan diolah dengan bantuan software statistik kayak SPSS, Jamovi, atau Excel.
Contoh kasusnya misalnya:
“Apakah ada pengaruh penggunaan media sosial terhadap tingkat stres mahasiswa?”
Kalau kamu pakai kuantitatif, kamu bisa bikin kuesioner dengan skala stres, sebar ke 100 mahasiswa, lalu analisis hubungan antara durasi medsos dan skor stresnya.
Kelebihannya? Data yang kamu sajikan bisa diukur dan diuji validitasnya. Dosen suka yang kayak gini karena bisa dicek angka pastinya. Tapi ya, tantangannya juga ada: kamu harus paham soal rumusan variabel, teknik sampling, sampai uji statistik yang cocok. Nggak bisa asal pakai uji korelasi kalau datanya nggak normal, misalnya.
b. Skripsi Kualitatif: Menyelami Cerita dan Makna
Mengenal metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi itu penting. Kalau kamu lebih suka ngobrol langsung sama orang, tertarik ngulik perasaan, pengalaman, atau fenomena sosial, kamu mungkin bakal enjoy dengan skripsi kualitatif. Metode ini fokus ke pemahaman makna dari suatu kejadian atau perilaku. Bukan cari angka, tapi cari insight.
Contoh topiknya:
“Bagaimana pengalaman mahasiswa tingkat akhir dalam menghadapi tekanan skripsi?”
Kalau kamu kualitatif, kamu akan wawancara mendalam, gali cerita mereka, lalu cari pola dari narasi itu.
Kelebihan metode ini? Kamu bisa dapet data yang kaya dan mendalam. Cocok buat topik-topik sosial, budaya, komunikasi, pendidikan, dan psikologi. Tapi jangan dikira lebih gampang ya, karena kamu tetap harus paham cara coding data, bikin tema, dan menyusun analisis yang berbasis teori.
Yang sering jadi dalam proses menentukan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi, khususnya jika skripsimu kualitatif adalah penulisan Bab 4, karena kamu harus menarasikan data hasil wawancara atau observasi secara sistematis. Gak bisa asal tulis transkrip doang. Butuh skill menulis yang tajam dan peka terhadap konteks.
c. Perbedaan kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi
Biar makin jelas, dan kamu makin mengenal metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi, ini dia rangkuman perbedaan kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi beberapa aspek utama:
| Aspek | Kualitatif | Kuantitatif |
|---|---|---|
| Tujuan | Memahami makna | Menguji hipotesis |
| Data | Naratif, deskriptif | Angka, numerik |
| Teknik | Wawancara, observasi | Kuesioner, survei |
| Sampel | Kecil, purposive | Besar, acak/statistik |
| Analisis | Tematik, coding | Statistik inferensial |
Dengan tahu tabel ini, kamu dapat memahami lebih jauh metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi sehingga skripsi kamu bakal mengalir ke arah mana. Ingat, dua-duanya valid dan diakui secara ilmiah. Yang penting adalah kecocokan dengan tujuan penelitianmu.
2. Tantangan kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi: Jangan Salah Sangka!
Setiap metode penelitian, kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi, bukan cuma soal bisa nulis atau enggak. Tapi juga soal tahan banting dan konsisten di setiap babnya. Karena kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi itu memiliki masing-masing hambatannya yang perlu kamu pahami dan hadapi. Dan percaya deh, baik skripsi kualitatif maupun kuantitatif, punya tantangan masing-masing yang nggak kalah bikin stres. Tapi… semua bisa dihadapi kalau kamu tahu cara ngakalinnya.
a. Tantangan Skripsi Kuantitatif: Ribet di Awal, Ringan di Akhir?
Banyak yang bilang skripsi kuantitatif itu lebih “mudah.” Tapi jangan terkecoh, karena tantangan terbesarnya justru ada di bagian awal. Terutama waktu kamu harus merumuskan variabel, menyusun kerangka berpikir, sampai bikin kuesioner yang bener-bener mewakili konsep.
Contohnya nih, kamu mau meneliti pengaruh gaya hidup terhadap tingkat stres. Nah, kamu harus bisa operasionalisasi dua hal ini jadi variabel terukur. Gaya hidup itu indikatornya apa aja? Tidur? Makan? Olahraga? Dan gimana ukurannya? Kalau salah nentuin indikator, nanti datanya gak nyambung ke rumusan masalah.
Terus, belum lagi tantangan saat pengumpulan data. Kamu harus dapat jumlah responden yang sesuai hitungan statistik. Dan… kita tahu banget, nyari 100 responden yang mau ngisi kuesioner jujur itu perjuangan tersendiri.
Tapi enaknya? Kalau udah dapet data, tinggal olah pakai software. Dan hasilnya bisa langsung kamu sajikan dalam tabel-tabel keren. Bab 4 jadi lebih ringkas dan objektif.
b. Tantangan Skripsi Kualitatif: Santai di Awal, Tekanan di Akhir?
Sebaliknya, di skripsi kualitatif kamu biasanya lebih gampang nentuin topik dan mulai wawancara. Tapi makin ke belakang, kamu akan mulai ngerasa mumet. Karena hasil wawancaramu yang panjang itu harus kamu pilah, kategorikan, dan tulis ulang dalam bentuk analisis naratif.
Banyak mahasiswa terjebak di sini karena ngerasa udah “kumpulin data,” padahal belum tentu bisa ditulis jadi analisis yang utuh. Kamu harus bisa melihat pola, makna, dan insight dari cerita-cerita informan kamu. Ini butuh sensitivitas dan ketelitian.
Tantangan lain? Kadang kamu harus menghadapi informan yang susah ditemui, susah ngomong, atau justru terlalu panjang lebar sampai kamu bingung mana yang penting. Dan kalau kamu belum punya skill mewawancarai, bisa jadi data yang kamu kumpulkan malah dangkal.
Tapi kelebihan dari metode ini adalah: kamu bisa bikin skripsi yang bener-bener unik. Karena data kamu berasal dari pengalaman manusia nyata. Kalau kamu peka dan bisa nulis dengan kuat, dosen pasti apresiasi.
c. Jangan Asal Pilih: Pertimbangkan Tantangan Berdasarkan Dirimu
Oke, sekarang kamu udah tau tantangan masing-masing metode. Sekarang waktunya kenali dirimu sendiri. Coba jawab pertanyaan ini:
- Kamu lebih nyaman kerja dengan angka atau cerita?
- Kamu punya akses ke responden banyak atau justru lebih mudah mewawancarai beberapa orang aja?
- Kamu jago olah statistik atau lebih suka analisis naratif?
Jawaban dari pertanyaan ini bisa jadi bekal awal kamu buat milih metode. Ingat, gak ada metode yang “lebih gampang” secara mutlak. Yang ada cuma metode yang “lebih cocok” buat kamu.
Dan satu lagi: sesuaikan dengan topikmu. Jangan maksa topik sosial yang butuh kedalaman makna dikerjakan dengan kuantitatif, atau sebaliknya. Karena nanti hasilnya gak maksimal dan dosen juga bisa ngerasa aneh.
d. Dukungan Data dan Sumber Daya: Siapkan dari Sekarang
Faktor lain yang sering dilupain adalah ketersediaan data dan dukungan teknis. Misalnya, kamu mau pakai kuantitatif tapi gak bisa akses responden yang cukup, atau kamu gak punya tools statistik. Ya jelas itu bikin kamu kesulitan.
Atau kamu mau wawancara orang penting untuk penelitian kualitatif, tapi kamu gak punya relasi atau surat izin resmi. Nanti data gak dapet-dapet. Makanya penting banget kamu pertimbangkan hal teknis kayak gini dari awal.
Kalau perlu, kamu bisa mulai dengan studi literatur dan lihat metode yang paling sering dipakai di topikmu. Lihat jurnal, tesis, atau skripsi sebelumnya. Dari situ kamu bisa lihat kecenderungan dan pertimbangan metodologis yang lebih realistis.
3. Cara Menentukan Metode yang Tepat: Biar Gak Salah Jalur dari Awal
Setelah tahu perbedaan dan tantangan masing-masing pendekatan, sekarang waktunya kamu memutuskan: skripsi kualitatif atau kuantitatif? Pilihannya nggak bisa asal ikut teman atau karena “kata senior lebih gampang yang ini.” Harus sesuai dengan kebutuhan penelitian kamu sendiri.
Berikut ini beberapa cara dan pertimbangan praktis untuk menentukan metode yang paling cocok buat skripsimu.
a. Lihat Dulu Pertanyaan Penelitianmu
Pertama-tama, balik lagi ke yang paling dasar: apa sih yang pengen kamu jawab lewat skripsi ini? Kalau pertanyaan kamu mengarah ke “berapa besar pengaruh”, “apakah ada hubungan”, atau “sejauh mana efeknya”, maka pendekatan kuantitatif biasanya lebih cocok.
Tapi kalau kamu bertanya “bagaimana pengalaman”, “apa makna”, atau “apa pandangan subjek terhadap sesuatu”, maka kualitatif jadi pilihan utama.
Contoh:
- Pertanyaan: “Sejauh mana pengaruh jam tidur terhadap tingkat stres mahasiswa?” → Cocok untuk kuantitatif
- Pertanyaan: “Bagaimana mahasiswa akhir memahami dan mengatasi stres saat menyusun skripsi?” → Cocok untuk kualitatif
Dengan tahu tipe pertanyaanmu sejak awal, kamu bisa dengan mudah menentukan pendekatannya.
b. Cek Tujuan Penelitianmu
Kalau kamu ingin menguji teori, melihat pengaruh antar variabel, atau mencari hubungan statistik, berarti kamu lebih cocok ke skripsi kuantitatif.
Tapi kalau kamu ingin menjelaskan fenomena, menggali perspektif mendalam, atau mengeksplorasi makna dari suatu kejadian sosial, berarti kamu lebih cocok ke skripsi kualitatif.
Misalnya kamu ambil jurusan ilmu komunikasi dan ingin meneliti persepsi masyarakat tentang iklan rokok, maka kualitatif bisa jadi pendekatan yang tepat karena kamu ingin menggali opini dan pemaknaan. Tapi kalau kamu ingin tahu seberapa banyak orang berubah perilakunya karena iklan tertentu, maka kuantitatif lebih relevan.
c. Pertimbangkan Waktu dan Akses ke Data
Ini realitas yang gak bisa diabaikan. Kamu harus pikirin juga ketersediaan data, akses ke informan/responden, dan waktu pengerjaan.
- Skripsi kuantitatif butuh jumlah responden yang lumayan banyak. Kalau kamu kesulitan nyebar kuesioner atau nggak punya jaringan yang luas, bisa jadi PR besar.
- Skripsi kualitatif biasanya hanya butuh 5–10 informan, tapi wawancaranya bisa lama dan proses analisisnya cukup detail.
Jadi, sesuaikan dengan kondisi kamu:
- Kamu punya waktu singkat, jago Excel atau SPSS, dan akses ke banyak orang? → Kuantitatif.
- Kamu suka ngobrol, peka terhadap fenomena sosial, dan bisa nulis dengan naratif? → Kualitatif.
d. Konsultasi dengan Pembimbing
Kadang kita udah yakin banget sama satu metode, tapi dosen pembimbing bisa kasih masukan yang bisa bikin kita lebih realistis. Jadi, jangan takut konsultasi sejak awal. Justru lebih bagus kalau kamu diskusi sebelum mulai nulis proposal.
Tunjukin dua alternatif metode yang kamu pertimbangkan dan minta pertimbangan dosen: mana yang lebih memungkinkan untuk dikembangkan? Mana yang cocok dengan topik kamu?
Ingat ya, pembimbing skripsi bukan cuma tempat tanda tangan. Tapi juga mitra berpikir. Semakin awal kamu ajak mereka terlibat, makin besar kemungkinan skripsimu lancar.
e. Lakukan Review Literatur
Coba cari minimal 5–10 jurnal ilmiah atau skripsi terdahulu dengan topik serupa. Lihat mereka pakai metode apa. Apakah lebih dominan kualitatif atau kuantitatif? Apa kelebihan dari pendekatan yang mereka gunakan?
Dengan review literatur, kamu gak cuma dapet referensi untuk landasan teorimu, tapi juga bisa melihat tren metodologi dalam topik penelitianmu. Dari situ kamu bisa belajar sekaligus menghindari kesalahan yang sama.
Dan ini juga bakal bantu kamu pas nanti ditanya dosen:
“Kenapa kamu pilih metode ini?”
Jawabannya bisa kamu sandarkan pada penelitian sebelumnya. Nggak ngarang, tapi tetap logis dan akademis.
4. Tips Sukses Menyelesaikan Kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi
Mau skripsi kualitatif atau kuantitatif, ujung-ujungnya tetap aja: kamu harus bisa konsisten dan tuntas ngerjainnya sampai akhir. Nah, di bawah ini beberapa tips yang bisa kamu pakai supaya proses penulisanmu lancar, terarah, dan gak bikin stres berkepanjangan.
a. Pahami Kelebihan dan Kekurangan Metode yang Kamu Pakai
Jangan cuma tahu definisinya aja, tapi pahami juga karakteristik, kelebihan, dan keterbatasan metode penelitianmu. Ini penting banget biar kamu gak salah ekspektasi.
Misalnya:
- Kalau kamu pakai skripsi kuantitatif, pastikan kamu ngerti cara mengolah data, memilih teknik uji statistik, dan tahu arti tiap output-nya.
- Kalau kamu pakai skripsi kualitatif, kamu harus bisa mendalami tema, coding data, dan menulis narasi yang kuat dan nyambung sama teori.
Paham kelebihan dan kekurangan juga ngebantu banget pas kamu disidang, karena kamu bisa jawab pertanyaan dosen dengan percaya diri.
b. Tetap Fokus pada Pertanyaan Penelitian
Ini sering banget dilupakan. Kadang kita terlalu tenggelam dalam proses, sampai lupa sebenernya kita lagi jawab pertanyaan apa sih?
Selalu kembalikan setiap keputusanmu—baik saat menyusun instrumen, mengolah data, sampai menyusun bab pembahasan—ke pertanyaan penelitian awal. Dengan begitu, kamu akan tetap on track dan gak melebar ke mana-mana.
Pertanyaan penelitian yang kuat dan spesifik juga bikin skripsimu lebih terarah. Dosen akan lebih gampang menilai kualitas naskahmu karena argumennya jelas dan konsisten dari awal sampai akhir.
c. Maksimalkan Peran Pembimbing
Ini udah sempet dibahas di bagian sebelumnya, tapi layak banget ditekankan lagi. Karena banyak mahasiswa yang justru takut bimbingan dan akhirnya jalan sendiri tanpa arah.
Padahal, pembimbing itu bisa jadi jalan pintas buat kamu menghindari kesalahan umum dalam skripsi. Mereka udah lihat ratusan skripsi sebelum kamu, jadi mereka tahu mana yang layak jalan, mana yang rawan direvisi total.
Saran: datang bimbingan dengan persiapan. Jangan datang dengan tangan kosong. Bawa draf, ajukan pertanyaan spesifik, dan catat semua masukan yang diberikan. Itu semua bakal ngebantu kamu banget buat menyusun struktur skripsi yang solid.
d. Buat Timeline dan Target Harian
Banyak mahasiswa gagal bukan karena gak bisa, tapi karena gak punya jadwal yang jelas. Makanya, bikin timeline pribadi dengan target mingguan atau harian.
Contoh:
- Minggu 1–2: Revisi Bab 1
- Minggu 3–4: Menyusun Bab 2 dan Review Literatur
- Minggu 5: Konsultasi Bab 3
- Minggu 6–7: Pengumpulan Data
- Minggu 8: Analisis dan Penulisan Bab 4
- Minggu 9: Revisi Bab 5 dan Penyusunan Kesimpulan
Dengan timeline ini, kamu bisa lebih realistis, disiplin, dan terhindar dari penundaan berlarut-larut. Strategi penulisan skripsi efisien itu nggak harus cepat, tapi harus konsisten dan progresif.
e. Jangan Lupa Istirahat dan Rawat Mental
Yup, ini juga gak kalah penting. Skripsi itu maraton, bukan sprint. Kalau kamu maksa begadang setiap hari tanpa istirahat, bukan produktif malah bisa burnout.
Sempatkan untuk rehat, jalan-jalan sebentar, atau ngobrol sama teman yang juga nulis skripsi. Kalau perlu, cari komunitas bimbingan skripsi atau mentor online biar gak ngerasa sendirian.
Dan satu hal yang penting banget: jangan bandingkan progresmu dengan orang lain. Fokus aja ke progres kamu sendiri. Lambat gak apa-apa, yang penting selesai dan sesuai target.
Kesimpulan
Jadi, bestie, antara kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi, gak ada yang lebih unggul atau lebih gampang. Semua tergantung pada kebutuhan penelitianmu, pertanyaan riset, dan kemampuan kamu dalam mengelola data dan waktu. Mau itu kualitatifm kuantitatif, kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi itu penting untuk kamu pahami
Pahami dulu perbedaan kuantitatif dan kualitatif dalam skripsi, cek tantangan masing-masing, lalu sesuaikan dengan topik dan sumber daya yang kamu miliki. Jangan ragu untuk eksplorasi literatur, diskusi dengan pembimbing, dan minta feedback sebanyak-banyaknya.
Ingat, skripsi itu bukan tentang siapa yang paling cepat selesai, tapi siapa yang bisa menyelesaikan dengan baik, tepat, dan sesuai jalur. Kalau kamu udah paham arah dan yakin dengan metode pilihanmu, naskahmu bukan cuma bakal ACC, tapi juga berpotensi jadi referensi buat mahasiswa lain.
Skripsi itu alat, bukan tujuan akhir. Yang penting, kamu bisa pakai proses ini buat ngasah kemampuan berpikir kritis dan disiplin. Dan… itu modal penting banget buat kehidupan setelah kampus. Semangat!