1. Home
  2. »
  3. Uncategorized
  4. »
  5. Cara Mengambil Daftar Pustaka dari Jurnal: 5 Panduan Lengkap untuk Mahasiswa

Etika Komunikasi yang Bikin Dosen Nyaman dan Skripsimu Lancar

Pernah nggak sih, kamu mau chat atau ketemu dosen, tapi bingung harus mulai dari mana? Takut salah ngomong, takut dianggap nggak sopan, atau malah takut dicuekin? Padahal, kalau tahu etika komunikasi yang tepat, ngobrol sama dosen itu nggak seseram yang dibayangkan. Bahkan, kalau komunikasinya enak, urusan skripsi atau bimbingan bisa jadi jauh lebih lancar.

Sebagai mahasiswa, apalagi yang sedang mengerjakan tugas akhir, kemampuan membangun hubungan baik lewat komunikasi itu modal utama. Bukan cuma untuk nyelesaiin skripsi, tapi juga untuk reputasi kamu di mata dosen. Di sini kita bakal bahas cara berkomunikasi yang baik dengan dosen lewat tiga media: lisan (tatap muka), email, dan messenger/chat. Semua bakal dilengkapi contoh etika berkomunikasi yang bisa langsung kamu praktikkan, plus tips-tips yang sering dilewatkan mahasiswa.

Yang perlu diingat, komunikasi itu bukan cuma soal ngomong atau nulis pesan. Ada komunikasi verbal dan nonverbal yang sama-sama penting. Nada suara, gestur, bahkan waktu mengirim pesan bisa menentukan kesan yang kamu tinggalkan. Jadi, kalau mau skripsi lancar dan dosen nggak “menghindar”, yuk kita bedah satu per satu.

etika komunikasi

1. Etika Komunikasi Lisan: Tatap Muka yang Bikin Nyaman

Bertemu langsung dengan dosen adalah momen penting. Di sini, semua aspek komunikasi—dari pilihan kata, nada suara, sampai bahasa tubuh—akan mempengaruhi kesan yang mereka dapatkan.

Pertama, selalu gunakan kata ganti formal seperti “Bapak” atau “Ibu”, bukan “Kak” atau “Bro”. Ini tanda kamu menghargai posisi mereka sebagai pendidik. Sapaan yang tepat di awal pertemuan bisa membuka suasana yang lebih positif. Contoh: “Selamat pagi, Ibu. Saya ingin berdiskusi tentang revisi metodologi di Bab 2 skripsi saya.”

Kedua, perkenalkan diri, terutama jika belum sering bertemu. Ingat, dosen membimbing banyak mahasiswa, jadi membantu mereka mengingatmu adalah bagian dari cara berkomunikasi yang baik. Misalnya: “Selamat siang, Bapak. Saya Raka, mahasiswa bimbingan Bapak dari Fakultas Hukum.”

Ketiga, jelaskan tujuanmu dengan ringkas dan jelas. Jangan bikin dosen menebak-nebak. Langsung arahkan pembicaraan ke inti. Contoh: “Saya mau memastikan bagian tinjauan pustaka saya sudah sesuai atau perlu penambahan.”

Keempat, ucapkan terima kasih di akhir. Sederhana, tapi sering dilupakan. “Terima kasih atas waktunya, Bapak. Saya akan segera perbaiki sesuai masukan tadi,” adalah kalimat yang memberi kesan kamu menghargai bimbingan mereka.

Terakhir, pilih waktu yang tepat. Jangan mendatangi dosen saat mereka baru selesai mengajar dan terlihat lelah, atau saat sedang sibuk di telepon. Kalau ragu, tanya dulu: “Bapak, apakah saya bisa bertemu hari Kamis setelah kelas?” Dengan begitu, mereka merasa waktunya dihargai.

2. Etika Komunikasi via Email: Rapi, Jelas, dan Profesional

Email adalah media yang sering dipakai untuk komunikasi resmi dengan dosen, terutama untuk mengirim draft atau mengatur jadwal bimbingan. Sayangnya, banyak mahasiswa yang menyepelekan struktur dan kerapian email, padahal ini mempengaruhi respon dosen.

Mulailah dengan subjek email yang jelas dan langsung ke poin. Hindari subjek kosong atau terlalu umum seperti “Skripsi”. Contoh yang tepat: “Permohonan Bimbingan Skripsi – Bab 3 Metodologi”. Dengan subjek ini, dosen langsung tahu isi email sebelum membukanya.

Buka email dengan salam yang sopan dan formal. Contoh: “Selamat pagi, Bapak/Ibu. Semoga Bapak/Ibu dalam keadaan sehat.” Salam ini menunjukkan penghargaan dan kesopanan sejak awal.

Perkenalkan diri di awal, apalagi kalau dosenmu membimbing banyak mahasiswa. “Saya Dini, mahasiswa bimbingan Bapak dari Fakultas Ekonomi, NIM 12345678,” membantu dosen mengidentifikasi siapa pengirimnya.

Sampaikan maksud email dengan jelas. Gunakan poin-poin jika perlu untuk memudahkan dosen membaca. Misalnya:
“Saya ingin meminta bimbingan untuk:

Kalau ada lampiran, selalu sebutkan di badan email. Contoh: “Saya lampirkan draft Bab 2 untuk diperiksa, terima kasih.” Jangan lupa tutup email dengan ucapan terima kasih dan salam penutup yang sopan: “Terima kasih atas perhatian dan bimbingannya, Bapak/Ibu. Hormat saya, Dini.”

3. Etika Komunikasi via Messenger: Singkat, Sopan, dan Tepat Waktu

Banyak mahasiswa lebih nyaman menghubungi dosen lewat chat seperti WhatsApp atau Telegram karena terasa cepat dan langsung. Tapi justru karena sifatnya informal, banyak yang tergelincir ke pola komunikasi yang terlalu santai atau bahkan terkesan asal-asalan. Padahal, dosen tetap menganggap chat sebagai medium resmi jika berkaitan dengan urusan akademik.

Pertama, perhatikan waktu mengirim pesan. Jangan mengirim chat pada jam yang tidak wajar, misalnya tengah malam atau subuh, kecuali benar-benar mendesak. Kalau kamu ragu, kirim pesan di jam kerja (pukul 08.00–17.00) atau di luar jam mengajar dosen. Dengan begitu, kamu menjaga kenyamanan mereka dan meningkatkan peluang pesanmu dibalas cepat.

Kedua, selalu mulai dengan salam dan perkenalan diri, apalagi kalau jarang berkomunikasi lewat chat. Contoh: “Selamat sore, Bapak. Saya Andi, mahasiswa bimbingan Bapak dari Fakultas Teknik.” Ini penting untuk menghindari kebingungan, karena dosen bisa saja tidak menyimpan nomor semua mahasiswanya.

Ketiga, tulis pesan singkat, padat, dan jelas. Jangan membuat dosen membaca paragraf panjang hanya untuk tahu maksudmu. Contoh: “Bapak, saya ingin bertanya tentang analisis data di Bab 4. Apakah saya bisa bertemu Bapak besok pagi setelah kelas?” Dengan begitu, dosen langsung paham tujuan dan bisa memberi jawaban cepat.

Keempat, gunakan bahasa formal dan hindari singkatan yang terlalu kasual seperti “gpp”, “btw”, atau “thx”. Ingat, ini tetap komunikasi profesional. Menggunakan kalimat lengkap dengan ejaan yang benar akan memberi kesan bahwa kamu serius.

Terakhir, tutup pesan dengan ucapan terima kasih. Meski sederhana, ini bentuk penghargaan yang membuat dosen merasa dihargai. “Terima kasih atas bantuan dan waktu Bapak,” adalah kalimat yang memberi kesan positif dan menjaga hubungan baik.

Memperdalam Etika Komunikasi Lisan

Biar pembahasan makin mantap, mari kita perdalam etika komunikasi lisan yang sudah kita bahas di poin pertama. Komunikasi tatap muka itu nggak hanya soal kata-kata, tapi juga melibatkan komunikasi verbal dan nonverbal yang saling melengkapi.

Dalam komunikasi verbal, pemilihan kata dan nada suara memegang peran besar. Nada yang terlalu tinggi bisa dianggap agresif, sedangkan nada yang terlalu pelan bisa dianggap kurang percaya diri. Cobalah bicara dengan intonasi yang stabil, jelas, dan terdengar sopan.

Sementara itu, komunikasi nonverbal mencakup bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan kontak mata. Berdiri atau duduk dengan posisi tegak menunjukkan rasa hormat dan keseriusan. Kontak mata yang cukup (tidak terlalu lama, tidak menghindar) memberi sinyal bahwa kamu fokus mendengarkan.

Jangan lupa untuk mempersiapkan materi pembicaraan sebelum bertemu. Membawa catatan atau daftar pertanyaan akan membantu kamu lebih terarah saat diskusi. Hal ini juga menunjukkan bahwa kamu menghargai waktu dosen karena datang dengan persiapan matang.

Dan yang sering dilupakan: jangan memotong pembicaraan dosen. Tunggu mereka selesai berbicara sebelum merespon. Sopan santun ini terlihat sederhana, tapi sangat mempengaruhi bagaimana dosen menilai etika komunikasimu.

Memperdalam Etika Komunikasi via Email

Email sering dianggap “lebih aman” karena bisa disusun sebelum dikirim. Tapi justru di sinilah banyak mahasiswa kurang memperhatikan detail. Untuk meningkatkan efektivitas, pastikan format emailmu rapi, informatif, dan profesional.

Gunakan font standar seperti Arial atau Times New Roman dengan ukuran 11–12. Hindari font aneh atau warna teks yang mencolok, karena ini akan mengurangi kesan formal. Pastikan juga paragraf tidak terlalu panjang; maksimal 4–5 baris per paragraf agar nyaman dibaca.

Dalam hal lampiran, beri nama file dengan format jelas, misalnya: “Bab_2_Tinjauan_Pustaka_NamaMahasiswa.pdf”. Nama file yang jelas akan memudahkan dosen mengarsipkan dan mencarinya nanti.

Jika kamu mengirim email lanjutan, sertakan ringkasan percakapan sebelumnya di awal. Misalnya: “Menindaklanjuti email saya tanggal 5 Mei 2024 mengenai revisi Bab 3…” Ini membantu dosen mengingat konteks tanpa harus mencari email lama.

Dan yang paling penting: selalu periksa kembali ejaan, tata bahasa, dan isi email sebelum mengirim. Kesalahan penulisan bisa memberi kesan kurang teliti, yang sayangnya bisa mempengaruhi penilaian dosen terhadap profesionalismemu.

Memperdalam Etika Komunikasi via Messenger

Menghubungi dosen lewat chat itu tricky. Di satu sisi cepat dan praktis, di sisi lain rawan dianggap kurang sopan kalau tidak hati-hati. Itulah kenapa etika komunikasi lewat messenger harus benar-benar diperhatikan.

Pertama, ingat bahwa dosen tidak selalu memantau ponsel setiap saat. Jadi, kalau pesanmu belum dibalas dalam hitungan jam, jangan langsung mengirim “Pak/Bu sudah baca belum?”. Lebih baik tunggu setidaknya 24 jam sebelum mengirim pesan follow-up yang sopan, misalnya: “Mohon maaf mengganggu, Bapak/Ibu. Saya ingin memastikan apakah pesan sebelumnya sudah diterima.”

Kedua, struktur pesan juga penting. Sama seperti email, awali dengan salam dan perkenalan, tulis maksud komunikasi secara singkat, lalu tutup dengan ucapan terima kasih. Gunakan tanda baca yang tepat dan hindari emotikon berlebihan. Satu atau dua emotikon formal seperti *emot datar* kadang bisa diterima, tapi hindari yang terlalu santai seperti *emot ketawa sungkan* atau *emot ketawa* saat membicarakan urusan akademik.

Ketiga, jangan mengirim pesan bertubi-tubi dalam waktu singkat. Lebih baik rangkum semua poin penting dalam satu pesan utuh. Misalnya:
“Selamat siang, Ibu. Saya Sinta, mahasiswa bimbingan Ibu dari Fakultas Ekonomi. Saya ingin menanyakan apakah Ibu bisa bimbingan Bab 4 pada hari Rabu pukul 10.00. Saya juga sudah mengirim draft revisinya ke email Ibu.”

Keempat, pahami bahwa komunikasi verbal dan nonverbal tetap ada dalam chat, meski medianya tulisan. Pemilihan kata, penggunaan huruf kapital, dan tanda baca bisa memberi kesan tertentu. Huruf kapital penuh bisa terkesan “berteriak”, tanda seru terlalu banyak bisa dianggap agresif.

Kelima, arsipkan percakapan penting. Screenshot atau simpan chat di folder khusus supaya kamu bisa membuktikan riwayat komunikasi jika ada miskomunikasi di kemudian hari. Ini penting apalagi untuk bimbingan skripsi, di mana setiap instruksi dosen sangat berharga.

Menggabungkan Semua: Cara Berkomunikasi yang Baik dengan Dosen

Kalau kita rangkum dari komunikasi lisan, email, dan messenger, ada pola yang jelas untuk cara berkomunikasi yang baik dengan dosen. Semua dimulai dari menghormati waktu mereka, menjaga kesopanan bahasa, dan memastikan pesanmu mudah dipahami.

Pertama, selalu datang atau menghubungi dengan persiapan. Untuk tatap muka, bawa catatan dan draft yang relevan. Untuk email dan chat, pastikan semua file sudah siap dan pesan sudah dirangkai dengan rapi.

Kedua, sampaikan tujuan komunikasi di awal. Dosen biasanya tidak punya banyak waktu untuk membaca atau mendengarkan penjelasan bertele-tele. Langsung ke inti masalah, lalu baru beri detail jika diminta.

Ketiga, jaga nada dan bahasa tubuh. Saat tatap muka, tunjukkan bahasa tubuh yang menghargai. Saat lewat tulisan, gunakan kalimat lengkap dengan ejaan yang benar.

Keempat, pastikan setiap komunikasi punya tindak lanjut. Misalnya, setelah bimbingan, kirim email berisi ringkasan poin-poin revisi untuk memastikan tidak ada yang terlewat.

Kelima, selalu akhiri dengan ucapan terima kasih. Terlepas dari medium yang digunakan, rasa terima kasih akan selalu meninggalkan kesan positif dan menjaga hubungan profesional tetap sehat.

Tips Berkomunikasi dengan Dosen untuk Skripsi Lancar

Bicara soal tips berkomunikasi dengan dosen, kuncinya ada pada konsistensi. Komunikasi yang baik tidak hanya dilakukan sekali saat ada perlu, tapi dibangun dari awal hubungan akademik.

Jangan hanya menghubungi dosen saat butuh tanda tangan atau revisi. Sesekali beri update progres skripsimu meski tidak diminta, agar dosen tahu kamu serius. Ini juga memudahkan mereka memberi masukan tepat waktu.

Hormati privasi dosen. Jangan mencari atau menghubungi lewat media sosial pribadi kecuali mereka memang memintanya. Gunakan jalur komunikasi resmi seperti email atau nomor yang mereka berikan untuk urusan akademik.

Jangan takut bertanya jika ada yang tidak paham. Dosen lebih menghargai mahasiswa yang mau mencari klarifikasi daripada yang pura-pura paham tapi salah arah.

Terakhir, ingat bahwa dosen adalah partner dalam proses penelitianmu. Semakin baik komunikasimu, semakin besar peluang mereka membantu sampai skripsimu selesai dengan hasil maksimal.

Penutup

Kalau sudah membaca dari awal, kamu pasti paham bahwa etika komunikasi bukan cuma formalitas atau sekadar “biar terlihat sopan di depan dosen”. Lebih dari itu, ini adalah strategi untuk membangun hubungan akademik yang produktif, saling menghargai, dan memudahkan setiap proses bimbingan—mulai dari skripsi, tugas besar, sampai peluang di masa depan.

Dari komunikasi tatap muka, kita belajar bahwa bahasa tubuh, nada bicara, dan pemilihan kata sangat menentukan kesan yang kita berikan. Dari komunikasi via email, kita tahu bahwa kerapian format, subjek yang jelas, dan penjelasan yang terstruktur bisa membuat dosen lebih cepat merespon. Dari komunikasi via messenger, kita memahami pentingnya waktu pengiriman pesan, ringkasnya isi, serta bahasa yang formal meski medianya kasual.

Semua ini bukan teori kosong, tapi praktik nyata dari cara berkomunikasi yang baik. Dengan menjaga konsistensi, kamu bukan hanya mempermudah proses bimbingan, tapi juga membangun reputasi positif di mata dosen. Percaya atau tidak, reputasi ini bisa terbawa hingga setelah lulus, saat kamu butuh rekomendasi kerja atau melanjutkan studi.

Kalau kamu butuh panduan cepat, cukup ingat rumus ini: hormat + jelas + persiapan + tindak lanjut. Hormat menjaga hubungan, jelas membuat pesanmu mudah dipahami, persiapan menunjukkan keseriusan, dan tindak lanjut memastikan komunikasi tidak berhenti di tengah jalan. Ini juga berlaku untuk semua jenis interaksi, baik yang verbal maupun komunikasi nonverbal.

Mulai sekarang, coba praktikkan satu per satu contoh etika berkomunikasi yang sudah kita bahas. Jangan tunggu sampai ada masalah baru mengubah gaya komunikasi. Jadikan ini kebiasaan dari awal, apalagi jika kamu sedang atau akan menjalani bimbingan skripsi. Dengan begitu, kamu tidak hanya lulus dengan hasil terbaik, tapi juga mendapatkan pengalaman berharga dalam menjalin komunikasi profesional—yang akan berguna di dunia kerja nanti.

Singkatnya, etika komunikasi adalah kunci yang menghubungkan usaha kerasmu dengan hasil yang kamu impikan. Jaga baik-baik kuncinya, dan kamu akan membuka banyak pintu kesempatan, bukan cuma di kampus, tapi juga di hidup setelahnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Optimized by Optimole
Scroll to Top