1. Home
  2. »
  3. Penelitian
  4. »
  5. 8 Cara Praktis Memahami dan Mengukur Validitas Penelitian dalam Menghasilkan Penelitian yang Berkualitas!

Cara Menyusun Latar Belakang Penelitian dengan Mudah untuk Mahasiswa

Pernah nggak sih kamu lagi duduk di depan laptop, niatnya mau nulis skripsi atau proposal penelitian, tapi pas sampai di bagian latar belakang penelitian, kepalamu langsung blank? Kamu bengong lama, ngetik satu kalimat, terus hapus lagi karena rasanya nggak pas. Nah, kalau itu pernah kejadian, tenang aja, kamu nggak sendirian. Banyak banget mahasiswa yang ngalamin hal yang sama.

Padahal, bagian latar belakang masalah itu penting banget. Bisa dibilang, bagian inilah yang jadi pintu masuk pertama dosen pembimbing atau penguji sebelum mereka baca bagian lain dari penelitianmu. Kalau dari awal sudah membosankan atau nggak jelas, jangan kaget kalau dosen langsung komentar panjang lebar. Makanya, penting banget buat tahu cara menyusun latar belakang yang baik, biar tulisanmu rapi, jelas, dan punya alur yang logis.

Di artikel ini, aku bakal bahas tuntas gimana caranya bikin latar belakang yang bukan cuma sekadar formalitas, tapi juga bisa bikin dosen atau pembaca lain merasa, “Wah, penelitian ini menarik juga buat dikulik.” Mulai dari memahami apa itu latar belakang, kenapa harus ada, sampai teknik praktis biar kamu nggak bingung lagi pas nulis. Dan tentunya, semua tips ini pakai bahasa yang santai, supaya gampang banget kamu ikuti.

Jadi, kalau kamu lagi nyari panduan lengkap tentang latar belakang penelitian dan juga pengen ngerti hubungannya dengan cara membuat rumusan masalah atau bahkan cara menulis pendahuluan, artikel ini pas banget buatmu. Yuk kita mulai dari hal paling mendasar dulu.

cara menyusun latar belakang

Memahami Esensi Latar Belakang Penelitian

Sebelum masuk ke langkah-langkah teknis, kita harus sepakat dulu: sebenarnya apa sih latar belakang itu? Kenapa dosen selalu minta bagian ini ditulis dengan serius?

Pertama, latar belakang itu adalah bagian dari karya ilmiah yang menjelaskan konteks penelitianmu. Konteks ini maksudnya situasi atau kondisi yang melatarbelakangi kenapa kamu pilih topik tersebut. Misalnya, kamu bikin penelitian tentang penggunaan aplikasi belajar online di kalangan mahasiswa. Nah, konteks yang harus kamu jelaskan bisa berupa meningkatnya penggunaan teknologi digital di dunia pendidikan, apalagi setelah pandemi. Dengan begitu, pembaca langsung paham kenapa topik ini relevan.

Kedua, latar belakang juga harus menjelaskan urgensi dari masalah penelitian. Urgensi ini penting karena bisa menunjukkan kenapa topikmu layak diteliti. Misalnya, kalau penelitianmu soal kesehatan mental mahasiswa, kamu bisa jelasin bahwa angka stres akademik terus meningkat setiap tahun, dan kalau dibiarkan bisa berdampak buruk pada kualitas pendidikan. Urgensi ini bikin penelitianmu terasa mendesak, bukan sekadar ide iseng.

Ketiga, ada aspek signifikansi. Artinya, kamu harus nunjukin apa manfaat atau kontribusi penelitianmu. Misalnya, kalau penelitianmu tentang metode pembelajaran tertentu, signifikansinya bisa berupa peningkatan kualitas belajar, atau bisa jadi referensi bagi dosen dalam mengajar. Kalau signifikansi jelas, penelitianmu dianggap punya dampak, bukan sekadar copy-paste dari penelitian lain.

Keempat, latar belakang yang bagus harus menjawab pertanyaan: “Kenapa penelitian ini penting untuk dilakukan sekarang?” Jadi, kamu harus pinter-pinter menghubungkan masalah penelitianmu dengan fenomena terkini. Misalnya, kalau topiknya ekonomi digital, bisa dikaitkan dengan tren UMKM yang makin gencar go online.

Kelima, jangan lupa, latar belakang juga jadi dasar untuk menyusun bagian berikutnya, yaitu rumusan masalah. Jadi, kalau latar belakangmu berantakan, jangan kaget kalau rumusan masalahmu juga susah nyusunnya. Itu sebabnya memahami esensi latar belakang sejak awal bakal mempermudah seluruh alur penulisan penelitianmu.

Langkah-Langkah Cara Menyusun Latar Belakang

1. Identifikasi Masalah

Langkah pertama dalam cara menyusun latar belakang adalah mengidentifikasi masalah. Kedengarannya simpel, tapi justru di sinilah banyak mahasiswa sering kebingungan. Identifikasi masalah artinya kamu harus bisa menunjukkan ada sesuatu yang perlu diteliti, sesuatu yang penting dan punya dampak nyata.

Misalnya, kamu ingin meneliti soal kebiasaan mahasiswa dalam menggunakan media sosial untuk belajar. Masalah yang bisa kamu angkat adalah fenomena bahwa sebagian mahasiswa produktif dengan media sosial, tapi sebagian lagi malah terdistraksi. Nah, ini bisa jadi titik awal buat latar belakangmu. Dengan begitu, dosen atau pembaca langsung ngerti bahwa penelitianmu punya basis masalah yang jelas, bukan asal-asalan.

Identifikasi masalah juga penting untuk nunjukkin kalau kamu paham topik yang kamu pilih. Kalau kamu cuma ngulang pernyataan umum tanpa nunjukkin masalah spesifik, latar belakangmu bakal terlihat kosong. Contoh yang sering salah adalah menulis, “Pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia.” Semua orang udah tau itu, jadi nggak cukup kuat buat jadi dasar penelitian. Yang bener adalah mengerucutkan ke masalah nyata, misalnya “Berdasarkan survei, 70% mahasiswa merasa metode kuliah online bikin mereka sulit fokus.” Itu baru terasa konkret.

Selain itu, dalam identifikasi masalah kamu juga perlu nunjukkin dampak negatif jika masalah itu dibiarkan. Kalau kamu bisa kasih gambaran betapa pentingnya masalah itu, otomatis latar belakangmu lebih meyakinkan. Contoh: kalau kebiasaan buruk di media sosial nggak ditangani, bisa berdampak ke prestasi akademik mahasiswa.

Kesimpulannya, tahap identifikasi masalah bukan sekadar nulis masalah apa adanya, tapi juga membungkusnya dengan alasan kuat kenapa masalah itu penting untuk diteliti. Semakin jelas masalahnya, semakin gampang kamu nyusun latar belakang yang menarik.

2. Tinjauan Literatur Singkat

Setelah kamu tahu masalah apa yang mau diteliti, langkah berikutnya adalah melakukan tinjauan literatur singkat. Ini artinya kamu perlu cek apakah ada penelitian lain yang pernah bahas topik serupa. Tujuannya bukan buat nyerah kalau ternyata udah ada, tapi justru untuk melihat celah yang bisa kamu isi.

Misalnya, kamu nemu penelitian dari Fulan (2021) yang bahas tentang pemanfaatan media digital untuk mengajarkan aksara lokal. Penelitiannya berhasil meningkatkan minat belajar, tapi ada kendala di aksesibilitas konten. Nah, kamu bisa masuk dari situ. Penelitianmu bisa fokus pada solusi untuk mengatasi masalah aksesibilitas tersebut. Dengan begitu, kamu nggak sekadar mengulang, tapi melengkapi yang sudah ada.

Tinjauan literatur ini penting banget buat menunjukkan bahwa kamu nggak meneliti di ruang hampa. Kamu sadar ada penelitian lain, kamu baca, dan kamu tahu apa yang kurang dari penelitian tersebut. Inilah yang sering disebut dengan research gap. Kalau kamu bisa nunjukkin gap dengan jelas, penelitianmu otomatis lebih kuat.

Selain itu, tinjauan literatur bikin dosen yakin kalau kamu sudah melakukan persiapan serius. Beda banget rasanya membaca latar belakang yang ada kutipan penelitian dibanding yang cuma berisi opini pribadi. Misalnya, kalau kamu bilang “banyak mahasiswa sulit memahami teori hukum,” itu masih opini. Tapi kalau kamu tambahin data atau referensi penelitian yang bilang hal sama, langsung kelihatan lebih valid.

Jadi, jangan males baca literatur meskipun singkat. Ambil 2–3 penelitian yang relevan, sebutkan hasilnya, lalu tunjukkin celah yang akan kamu isi. Dengan cara ini, latar belakangmu bukan cuma panjang, tapi juga punya bobot akademik yang kuat.

3. Tujuan Penelitian

Langkah terakhir dalam penyusunan latar belakang adalah merumuskan tujuan penelitian. Banyak mahasiswa yang bingung kenapa tujuan harus masuk di latar belakang, padahal sebenarnya ini krusial. Tujuan adalah arah kemana penelitianmu bakal berjalan, dan jadi semacam “jawaban” dari masalah yang udah kamu identifikasi.

Misalnya, kalau masalahmu adalah rendahnya motivasi belajar siswa dalam pelajaran sejarah, dan tinjauan literatur menunjukkan metode konvensional membosankan, maka tujuan penelitianmu bisa berupa: “untuk menguji efektivitas komik digital dalam meningkatkan motivasi belajar sejarah siswa.” Dari situ, pembaca paham bahwa penelitianmu punya target jelas.

Menuliskan tujuan di bagian latar belakang juga bikin dosen yakin bahwa kamu nggak cuma bisa ngeliat masalah, tapi juga tau ke mana penelitianmu mau diarahkan. Banyak mahasiswa berhenti di identifikasi masalah aja, tanpa menunjukkan solusinya. Akibatnya, latar belakang terasa “menggantung”. Dengan adanya tujuan, tulisanmu terasa lebih tuntas.

Selain itu, tujuan penelitian biasanya jadi jembatan ke bagian cara membuat rumusan masalah. Kenapa? Karena rumusan masalah adalah pertanyaan yang harus dijawab penelitian, sedangkan tujuan adalah jawabannya. Jadi, dua hal ini selalu nyambung. Kalau latar belakangmu udah ada tujuan jelas, bikin rumusan masalah bakal lebih gampang.

Intinya, tujuan penelitian bukan cuma formalitas. Ia bagian penting dari latar belakang yang menunjukkan arah dan kontribusi dari penelitianmu. Dengan menuliskan tujuan yang jelas, latar belakangmu bakal lebih solid dan siap lanjut ke bab berikutnya.

Teknik Menulis Latar Belakang dengan Metode Piramida Terbalik

Pernah nggak kamu baca latar belakang temanmu yang isinya bertele-tele, lompat sana-sini, bikin bingung, dan akhirnya kamu jadi males lanjut baca? Nah, biar hal itu nggak kejadian di tulisanmu, kamu bisa pakai teknik piramida terbalik. Teknik ini sering banget dipakai dalam penulisan ilmiah karena bikin alur tulisan lebih logis dan enak diikuti.

Secara sederhana, metode piramida terbalik berarti kamu mulai dari hal yang paling umum, lalu makin lama makin fokus ke hal yang spesifik, sampai akhirnya ketemu masalah inti yang mau diteliti. Jadi alurnya: masalah umum → masalah khusus → kesimpulan/solusi.

Kenapa ini penting? Karena pembaca (termasuk dosenmu) butuh diajak “jalan-jalan” dulu sebelum paham masalah inti. Kalau kamu langsung nembak ke masalah spesifik, bisa jadi mereka nggak nangkep konteksnya. Dengan piramida terbalik, kamu bikin mereka ngerti dulu gambaran besarnya, baru diajak makin mengerucut ke inti penelitian.

1. Mulai dari Masalah Umum

Tahap pertama adalah membuka latar belakang dengan masalah umum. Ini bisa berupa fenomena besar, tren, atau kondisi terkini yang relevan dengan topik penelitianmu.

Contohnya, kalau kamu mau meneliti tentang kesehatan mental mahasiswa, jangan langsung bilang, “Mahasiswa sering stres karena skripsi.” Itu terlalu sempit. Lebih baik buka dengan data atau fakta umum seperti: “Menurut data Badan Pusat Statistik, kasus gangguan kesehatan mental di Indonesia meningkat dalam lima tahun terakhir. Salah satu kelompok yang rentan adalah kalangan mahasiswa.”

Dengan cara ini, pembaca langsung dapet gambaran besar. Kamu berhasil menunjukkan bahwa topikmu bukan masalah sepele, tapi bagian dari fenomena besar yang nyata terjadi di masyarakat.

Selain itu, pembuka dengan masalah umum bikin tulisanmu lebih elegan. Rasanya kayak kamu lagi bikin narasi, bukan sekadar daftar poin. Jadi dosen atau penguji lebih nyaman ngikutin alur pikiranmu.

2. Kerucutkan ke Masalah Khusus

Setelah pembaca ngerti gambaran umumnya, sekarang saatnya kamu mengkerucutkan ke masalah khusus. Artinya, pilih salah satu aspek dari masalah umum yang benar-benar jadi fokus penelitianmu.

Contoh tadi soal kesehatan mental, kamu bisa kerucutkan ke isu spesifik: “Salah satu penyebab utama gangguan kesehatan mental di kalangan mahasiswa adalah kurangnya support system atau teman bicara yang bisa memahami masalah mereka.” Dari sini, kamu berhasil membawa pembaca dari level nasional/global ke level yang lebih sempit dan relevan.

Kenapa tahap ini penting? Karena kalau kamu nggak kerucutin, tulisanmu bisa melebar ke mana-mana. Akhirnya, dosen bakal bilang, “Topikmu ini mau fokus ke apa sebenarnya?” Dengan piramida terbalik, alurnya jelas: luas dulu, lalu sempit, lalu fokus.

Selain itu, kerucutan masalah ini membantu kamu nyiapin dasar buat rumusan masalah. Karena rumusan masalah biasanya muncul dari fokus penelitian, bukan dari fenomena yang terlalu umum.

3. Tawarkan Kesimpulan atau Solusi

Tahap terakhir dalam piramida terbalik adalah menutup latar belakang dengan kesimpulan atau arah solusi. Bukan berarti kamu harus kasih jawaban final, tapi cukup tunjukkan bahwa penelitianmu berusaha menawarkan jalan keluar.

Contohnya, masih dengan isu kesehatan mental: “Melihat bahaya gangguan kesehatan mental akibat kurangnya teman bicara, penelitian ini mencoba menghadirkan solusi berupa pemanfaatan teknologi chatbot sebagai media komunikasi alternatif bagi mahasiswa.” Nah, di sini pembaca langsung ngerti apa arah penelitianmu.

Tahap ini penting banget karena bikin latar belakangmu terasa tuntas. Kalau kamu berhenti hanya di masalah tanpa nunjukkin arah solusi, tulisanmu bakal terkesan setengah matang. Dosen juga bisa bingung, sebenarnya kamu mau ngapain dengan penelitian ini.

Dengan menutup latar belakang pakai solusi, kamu bukan cuma nunjukkin masalah, tapi juga memberi harapan. Itu bikin tulisanmu lebih meyakinkan dan profesional.

Kenapa Piramida Terbalik Efektif?

Pertama, karena logika alurnya bikin pembaca mudah ngikutin. Mereka nggak harus mikir keras buat paham kenapa masalahmu penting. Kedua, teknik ini bikin tulisanmu kelihatan rapi dan terstruktur. Dosen biasanya langsung bisa bedain mana mahasiswa yang paham alur penulisan dan mana yang asal panjangin kalimat.

Ketiga, piramida terbalik bisa bikin latar belakangmu lebih menarik. Karena kamu buka dengan sesuatu yang umum dan relatable, pembaca langsung “nyambung.” Baru setelah itu kamu ajak mereka ke inti masalah. Jadi, tulisanmu punya ritme, nggak datar.

Terakhir, metode ini juga bisa bikin kamu lebih gampang nyambungin latar belakang ke bagian lain kayak cara membuat rumusan masalah atau tujuan penelitian. Karena alurnya udah jelas, kamu tinggal ngambil benang merah di bagian akhir buat masuk ke rumusan masalah.

Kesalahan Umum dalam Menyusun Latar Belakang Masalah

Walaupun terdengar gampang, banyak mahasiswa sering jatuh di jebakan yang sama saat menulis latar belakang masalah. Kalau kamu bisa hindari ini, tulisanmu bakal jauh lebih rapi dan meyakinkan.

  1. Terlalu Umum dan Klise
    Banyak mahasiswa memulai latar belakang dengan kalimat klasik seperti, “Pendidikan sangat penting bagi manusia.” Semua orang sudah tahu itu. Yang benar adalah langsung menuju data, fakta, atau fenomena nyata. Ingat, dosen suka tulisan yang berbasis realitas, bukan teori kosong.
  2. Nggak Jelas Menghubungkan Masalah dengan Penelitian
    Kadang mahasiswa udah bahas panjang lebar, tapi nggak jelas arahnya ke mana. Akibatnya, dosen bingung, “Terus apa hubungannya dengan topikmu?” Nah, solusinya, selalu pastikan setiap paragraf mengarah ke inti masalah yang mau diteliti.
  3. Kurang Data dan Referensi
    Kalau latar belakangmu cuma berisi opini pribadi, nilainya bakal jatuh. Kamu harus pakai data sekunder, jurnal, atau penelitian sebelumnya untuk memperkuat argumen. Misalnya, kalau ngomong soal “mahasiswa stres karena skripsi”, kasih data dari survei atau penelitian yang relevan.
  4. Nggak Mengikuti Alur Piramida Terbalik
    Ada juga mahasiswa yang lompat-lompat: awalnya ngomongin masalah kecil, lalu balik lagi ke masalah umum. Akhirnya alur jadi nggak enak dibaca. Makanya, teknik piramida terbalik yang udah kita bahas tadi penting banget untuk diikuti.
  5. Kebanyakan Copy-Paste
    Ini paling sering: asal copy-paste dari internet. Padahal dosen gampang banget tau mana tulisan asli dan mana hasil tempelan. Kalau ketahuan, bisa bahaya buat reputasimu. Jadi lebih baik kamu pahami strukturnya, lalu tulis ulang dengan gaya sendiri.

Hubungan Latar Belakang dengan Pendahuluan

Sekarang, banyak mahasiswa juga suka bingung bedain antara cara menyusun latar belakang dengan cara menulis pendahuluan. Padahal keduanya saling berkaitan erat.

Pendahuluan adalah bab awal di skripsi atau proposal yang biasanya berisi beberapa sub-bab: latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian. Jadi, bisa dibilang latar belakang itu bagian dari pendahuluan. Kalau latar belakangmu kuat, otomatis pendahuluanmu juga ikut solid.

Nah, gimana hubungan keduanya?

  • Latar belakang menjelaskan mengapa penelitian perlu dilakukan.
  • Rumusan masalah menjelaskan pertanyaan yang ingin dijawab penelitian.
  • Tujuan penelitian menjelaskan apa yang mau dicapai.
  • Manfaat penelitian menjelaskan kontribusi penelitianmu.

Jadi kalau latar belakangmu kacau, jangan harap rumusan masalahmu bisa jelas. Makanya penting banget menguasai teknik menulis latar belakang yang rapi. Dengan begitu, seluruh bab pendahuluan bisa disusun lebih lancar.

Manfaat Latar Belakang yang Baik untuk Penelitian

Kenapa kita harus repot belajar cara bikin latar belakang yang bener? Karena manfaatnya besar banget buat keseluruhan penelitianmu.

Pertama, latar belakang yang baik bikin dosen percaya kalau kamu serius dan paham dengan topik yang dipilih. Mereka bakal lebih respect dan nggak banyak kasih komentar negatif.

Kedua, latar belakang yang rapi jadi panduan internal buat kamu sendiri. Banyak mahasiswa yang tersesat di tengah jalan karena dari awal latar belakangnya nggak jelas. Akhirnya, rumusan masalah dan pembahasan jadi ke mana-mana.

Ketiga, latar belakang yang kuat bikin penelitianmu punya nilai tambah akademik. Apalagi kalau kamu bisa nunjukkin research gap dengan jelas. Itu bikin dosen dan penguji yakin bahwa penelitianmu memang layak dipertahankan.

Keempat, kalau kamu bisa menulis latar belakang yang runtut, otomatis kamu juga akan lebih gampang saat menulis bagian lain. Misalnya, kamu sudah jelas masalahnya apa, maka menyusun rumusan masalah tinggal bikin pertanyaan dari masalah itu. Ini nyambung ke cara membuat rumusan masalah yang jadi lanjutan logis dari latar belakang.

Kelima, latar belakang yang bagus bisa jadi alat komunikasi dengan pembaca. Ingat, penelitianmu bukan cuma buat dosen, tapi juga bisa jadi referensi buat mahasiswa lain. Kalau bagian awal sudah enak dibaca, kemungkinan besar orang lain juga akan lanjut baca sampai akhir.

Penutup

Nah, sampai di sini kamu udah paham betapa pentingnya menguasai cara menyusun latar belakang dalam penelitian. Mulai dari memahami esensinya, langkah-langkah praktis seperti identifikasi masalah, tinjauan literatur, dan tujuan penelitian, sampai teknik piramida terbalik yang bikin tulisanmu rapi dan enak diikuti. Semua ini saling terkait dengan bagian lain, termasuk cara menulis pendahuluan dan cara membuat rumusan masalah.

Ingat, latar belakang penelitian adalah fondasi. Kalau fondasinya lemah, semua bangunan skripsi bisa roboh. Tapi kalau fondasinya kokoh, penelitianmu bakal berdiri tegak dan kuat. Jadi, jangan anggap enteng bagian ini.

Sebagai mahasiswa, kamu harus biasakan diri untuk nggak cuma bisa “bikin panjang tulisan”, tapi juga bikin tulisan yang fokus, relevan, dan punya arah jelas. Dengan begitu, dosen akan melihat bahwa kamu bukan sekadar menjalani kewajiban akademik, tapi juga punya keseriusan dalam meneliti.

Akhir kata, menulis memang proses. Tapi dengan memahami teknik dan struktur yang benar, kamu bisa mengurangi rasa bingung. Jadi, mulai sekarang, coba latihan nulis latar belakang untuk topik apapun. Lama-lama, kamu bakal terbiasa. Ingat, skripsi atau proposal yang bagus itu bukan yang rumit, tapi yang jelas dan meyakinkan. Dan kuncinya, ya ada di latar belakang masalah yang kamu susun dengan baik

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Optimized by Optimole
Scroll to Top